Karya Hermino

Selamat datang! ^^ Cerpen dan Puisi akan banyak menghiasi Blog ini.. Selamat menikmati ^^

Bab 2: Bergerak, Tidak Berpindah




            Paris. Spring, June 5th 2012

          “Nah, beres!”

            Hari ini kamar Jack sudah tampak berbeda dari yang terakhir kali terlihat. Buku-buku yang semula berserakan di setiap sudut kamar, kini sudah tersusun rapi di dalam kotak kardus. Kabel-kabel laptop dan lain-lain juga sudah dimasukkan ke dalam satu tas ransel. Baju-baju yang tak terlipat awalnya, kini sudah terlipat rapi dan tersusun di dalam satu koper besar. Poster-poster bergambar Sherlock Holmes maupun Arsene Lupin yang menempel di dinding sudah dilepas dan dirapikan di dalam tas. Jaket hitam ditambah celana jeans hitam menjadi pelengkap penampilan Jack pagi itu.

            Tidak terasa, dua hari sudah dia dinyatakan lulus dari sekolahnya. Dan kini, Jack sudah siap melangkah ke perguruan tinggi yang dia tuju, Universitas Oxford di London. Sudah lama Jack memimpikan kembali ke tanah kelahirannya, yang juga tempat dimana Sherlock Holmes begitu terkenal di buku-buku novel miliknya. Rasanya dia sudah tidak sabar untuk segera beranjak meninggalkan Paris dan membuka lembaran baru di London. Sudah saatnya dia melupakan segala luka yang dia dapat selama tinggal di Paris dan mencari bahagia di London. Semoga saja.

            Pagi ini sengaja ayah dan ibunya datang menjemput Jack, dari London menggunakan mobil pribadi keluarga. Tak ketinggalan saudara kembarnya, Zack yang usianya lebih muda 5 menit. Jack membawa semua barang yang dia punya, mengangkutnya ke dalam mobil yang ukurannya lumayan besar. Bagasi bagian belakang sudah terisi dengan barang-barang milik Jack. Untuk terakhir kalinya, Jack memandang apartemen yang sudah tiga tahun menjadi tempat berteduhnya. Saatnya pergi. Begitulah.

            Perjalanan panjang jelas akan membuat seluruh penghuni mobil kelelahan. Ayah Jack masih tampak bersemangat mengendarai mobilnya. Sementara sang Ibu bahkan sudah tertidur di tempat duduk depan di samping ayah. Zack? Pemuda itu masih asik mendengarkan alunan musik dari IPhone miliknya menggunakan headset. Sedangkan Jack, dia menyandarkan kepalanya ke kaca samping mobil, memandangi rumah-rumah yang seakan-akan menyapa dan memberikan ucapan selamat tinggal padanya.

            Saat ini, pikirannya sedang tidak berada dengan raganya. Tiba-tiba saja, muncul sosok Lisa di pikirannya. Lagi. Entah bagaimana, Jack masih bisa mengingat sosok gadis yang sudah menorehkan luka yang dalam padanya. Luka yang tidak akan ada obatnya. Beda, kisahnya beda dengan cinta Sherlock Holmes pada Irene Adler yang tak tersampaikan karena Holmes sudah meninggal duluan sebelum menyatakan perasaannya. Jack bisa saja menunggu hingga hubungan Lisa dan Pangerannya retak. Atau bahkan, dia bisa menjadi orang ketiga dalam rumah tangga yang sedang dibangun Lisa. Tapi Jack bukan pria bodoh. Dia tidak mau membuang waktunya secara percuma untuk menunggu. Sudah cukup 3 tahun untuknya. Jadi, sekarang tidak salah jika dia harus mulai mencari.

            Mobilnya kali ini tengah melaju di jalanan kota Esch, Luxembourg. Beberapa waktu lalu mobil ini sudah berhenti untuk mengisi bahan bakar dan Jack memanfaatkan waktu itu untuk membuang air kecil yang sedari ditahannya. Perjalanan panjang memang kadang tidak nyaman, meskipun tersaji begitu banyak pemandangan indah ketika dilewati. Ibunya kini sudah tertidur, sementara Zack masih terus bertahan memandangi ‘mainan’ yang ada di tangannnya. Langit sudah mulai terasa gelap dan udara sudah mulai dingin menusuk tulang. Jack menaikkan jendela mobil, menghalangi angin yang dingin masuk ke dalam.

            Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, dan mereka kini berada di jalanan kota Brussels, Belgia. Lampu-lampu jalan sudah mulai dihidupkan, memberikan keindahan tersendiri untuk jalanan di malam hari. Satu per satu bintang mulai tampak bermunculan menemani sang Bulan yang kesepian di tengah dinginnya malam. Jack melirik kea rah Zack yang secara ajaib tengah tertidur. Diambilnya secara perlahan IPhone milik Zack, memasang kedua headset ke kedua telinganya. Sementara jari-jari tangan kanannya bergerak mencari lagu yang setidaknya bisa sedikit menyesuaikan dengan keadaannya saat ini. Entahlah, Jack tidak tahu secara jelas apa yang sedang dia rasakan. Dan dia sudah memilih lagunya.


But I'm not the man your heart is missing…
That's why you go away I know..



Penggalan lirik lagu ‘That’s Why You Go’ dari Michael  Learn To Rock menjadi penghias malam Jack. Kalau kata anak-anak zaman sekarang, ini yang dinamakan ‘galau’? Entahlah, Jack tidak punya waktu untuk mencari tahu arti dari kosa kata baru yang tidak terdapat di dalam kamus Bahasa. Menurutnya, lagu yang dibawakan secara indah ini sudah cukup untuk menggambarkan bagaimana keadaannya saat ini. Ya, dia sudah mengerti sepenuhnya. Lagu yang membuatnya tanpa sadar lambat laun mulai melemahkan kedua matanya. Lagu itu mengiringi langkahnya menuju alam mimpi.


Alam dimana dia bisa memiliki apapun yang dia inginkan. Tanpa terikat.


Perlahan Jack mencoba membuka kedua matanya, mencoba sadar sepenuhnya dari tidur nyenyaknya. Masih terdengar lirik lagu yang sama seperti sebelumnya, entah sudah berapa kali lagu itu terputar. Dilihatnya di samping, Zack masih tertidur. Ibunya pun begitu. Sementara ayahnya masih menyetir mobil dengan keadaan yang terlihat kelelahan.




“Welcome home, Jack!”, ujar Ayahnya dengan semangat.

Jack mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Bisa dilihatnya, BigBen, yang menjadi salah satu simbol kota London, tempat kelahirannya. Nah, mereka sudah sampai sepertinya. Jalanan kota London sudah cukup ramai, padahal waktu masih menunjukkan pukul 6 pagi. Jack melepaskan kedua headset yang terpasang di telinganya, tersenyum memandangi jalanan kota London yang menenangkan. Kali ini dia bisa melihat London’s Eye yang berdiri kokoh, seakan-akan diam memandangi situasi seluruh London.

Nah, ini dia, Charing Cross Road, sebuah jalan di pusat Kota London yang biasanya akan terlihat sangat ramai, apalagi di akhir pekan. Tidak heran, di pinggir jalanan ini terpdat begitub banyak toko yang menjual aneka keperluan. Toko-toko berjajar rapi di pinggiran jalanannya. Terlihat beberapa pedagang kecil sudah membuka lapak mereka di emperan jalan yang masih menyisakan ruang untuk mereka mencari nafkah. Dan coba lihat, di sana terdapat Quinto Bookshop! Tempat itu merupakan toko buku yang paling sering Jack kunjungi saat masih menetap lama di London. Inilah yang dia butuhkan, sebuah kenangan indah yang bisa menenangkan hati dan pikirannya.

Tak lama, sampailah mereka di Perumahan Crystal Palace, tepatnya di bagian Selatan kota London. Perumahan ini termasuk salah satu perumahan yang cukup mewah di London. Terdapat taman, danau, dan tempat hiburan lain di dalamnya. Rumah Jack sendiri berada di Block ketiga dan cari saja rumah bertingkat bercat warna putih dengan angka ‘3’ menggantung di depan pintunya. Ayah Jack memakirkan mobil tepat di depan pintu garasi rumah. Ibu dan Zack juga sudah bangun, sadar bahwa mereka sudah sampai.

“Nah, saatnya memulai kehidupan barumu, Nak!”

Yah, benar, kehidupan baru. Lembaran baru maksudnya. Ibaratnya, kedatangan Jack ke London ini adalah sebuah ‘penyucian’. Dia kembali menjadi secarik kertas putih bersih yang belum ditorehkan oleh tinta jenis apapun. Kertas yang belum ternodai dengan tinta hitam yang mempunyai arti buruk, atau mungkin tinta emas yang berarti keberhasilan. Saat ini, dia masih polos. Masih mencoba menemukan tinta yang akan dia torehkan sendiri ke lembaran hidupnya yang baru, di London.

Jack sudah membuat pilihan, dan dia tidak akan menoleh ke belakang. Simple.